Posted by : anggun alarsyad
Jumat, 23 Mei 2014
“PERAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) TERHADAP USAHA MIKRO KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA”
TUGAS KELOMPOK PEREKONOMIAN INDONESIA
DISUSUN OLEH:
ABDUL MUIS B01111054
ANGGUN ARIANTO B01111126
M.SYAIR B01111102
ILMU EKONOMI,FAKULTAS EKONOMI UNTAN
2014
A.
Latar belakang Masalah
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan
seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan
membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998
menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga. Jika
seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.
Perkreditan di Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya
Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Berawal dari keinginan untuk membantu para
petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir)
yang memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai
didirikan. Sekilas dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR.
Abad ke-19 dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank
Dagang Desa.
Pasca kemerdekaan Indonesia didirikan Bank Pasar, Bank Karya
Produksi Desa (BKPD) awal 1970an didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP)
oleh Pemerintah Daerah. 1988 Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal
pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR 1992
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR diberikan landasan hukum
yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.
PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh
izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti
Bank Desa,Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK,
LPK, BKPD, dan lembagalembagalainnya yang dipersamakan dengan itu dapat
diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan
untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.
Namun seiring perjalanannanya sistem perkriditan di indonesia telah
membawa bangsa ini semakin terpuruk mulai dengan utang-utang dan bunga yang
besar sehingga menjadikan masyarakat indonesia semakin terpuruk,dalam
perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah akan semakin susah mendapatkan modal-modal
dikarenakan Bunga Perkriditan begitu Besar,sehingga dalam perkembangannya UMKM
Akan sulit berkembang,padahal jika di lihat lebih lanjut Hasil penelitian Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, UMKM (kurang lebih 52 juta unit) mendominasi
lebih dari 90% total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan prosentase yang
hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 55,6% Product Domestic Bruto (PDB)
bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 17% dari ekspor barang
Indonesia.cukupbesar sumangan UMKM ini dalam perekonomian Indonesia,belum lagi
sumbangan dalam mengurangi pengangguran,karena itu di perlukan dorongan melalui
permodalan yang tidak mencekik UMKM ini maka muncullah Perkreditan yang
berbasis Syariah dengan perkreditan yang berbasis syariah ini di harapkan dapat
meningkatkan kemsalahatan Umat,sesuai Tujuan utama Ekonomi Syariah adalah
peningkatan kesejahteraan sesuai syariat Islam,walaupun pada perkembangannnya
BPRS (Bank Perkriditas Rakyat Syariah) ini belum begitu luas dan mampu bersaing
dengan BPR Konvensional namun jika dimaksimalkan makama BPRS dapat membantu
UMKM lebih maksimal.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan
di adakan penelitian ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab (Responsiblity)
terhadap perekonomian Indonesia terutama dalam mengkaji perkembangan BPRS
Terhadap Usah Mikro Kecil dan Menengah,dan kedepannya dapat menjadi tambahan
wawasan serta nilai yang dapat di aplikasikan.
C.
Manfaat
1.
Bagi
Mahasiswa dapat lebih mengenal BPRS lebih jauh dan mengetahui Prospek adanya
BPRS terhadap pembangunan Perekonomian Indonesia di sektor UMKM.
2.
Bagi
Dosen adalah sebagai Gambaran perkembangan BPRS dalam berkontribusi terhadap
Usaha Mikro Kecil dan Menengah,sehingga ada pembahasan lebih lanjut terkait
BPRS dan dapat di usulkan terhadap kebijakan Pemerintah,atau sebagai Rujukan
pembelajaran.
3.
Bagi
Masyarakat Umum sebagai Informasi terkait BPRS lebih jauh agar kedepannya
masyarakat dapat Mencari perkriditan yang tidak memberatkan serta sesuai
syariah Islam.
4.
Bagi
pemerintah sebagai Instrumen dalam kebijakan Perekonomian Indonesia Lewat BPRS
dalam pemberian perkreditan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
D.
Pembahasan
1.
Perkreditan
a)
Pengertian
Jika kita memahami betul, makna kata kredit bukan
hanya berarti hutang, tetapi juga suatu bentuk trust atau percaya. Dalam artian
pihak pemberi kredit mempercayai pihak penerima kredit. Jadi dengan kata lain,
kredit merupakan bentuk interaksi berdasarkan kepercayaan. Kata kredit sendiri
berasal dari bahasa Inggris "Credit" yang menurut kamus webster
berarti trustwortiness or credibility. Sebagai kata benda "credible"
yang berarti dapat diperaya.
Berikut ini adalah pengertian
dan definisi kredit:
# Pasal 1 (11) UU NO.10/1998
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
# RAYMOND P. KENT
”Credit may be defined as the right to receive payment
or the obligation to make payment on demand or at some future time on account
of an immediate transfer of goods .”
Kredit bisa didefinisikan sebagai hak untuk menerima
pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran atas permintaan atau pada
beberapa waktu mendatang dalam bentuk transfer secara langsung
# KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
Kredit adalah penambahan saldo rekening, sisa hutang,
modal. dan pendataan bagi penabung
# THOMAS SUYATNO, 1998
Kredit ialah penyediaan uang, atau tagihan-tagihan
yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara
bank dan lain pihak dalam hal, pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan
sejumlah uang yang dipinjam beserta bunganya sesuai dengan kesepakatan.
# DR. AL-AMIEN AHMAD
Kredit ialah membayar hutang dengan berangsur-angsur
pada waktu yang ditentukan
# HENRY DUNNING MACLEOD, 1856
Credit is is where persons give their services or
commodities for a "promise to pay," instead of actual payment
Kredit merupakan saat dimana seseorang memberikan jasa
atau komoditas atas "janji untuk membayar", bukan pembayaran yang
sesungguhnya
b)
Kebijaksanaan Perkreditan
Berbicara
soal perkreditan tidak terlepas dari masalah-masalah lain yang ada di dalam
suatu kegiatan perbankan. Secara minimal
suatu bank dapat memberikan kredit kalau bank tersebut mempunyai dana yang
mencukupi. Dalam perkembangan business
perbankan yang mengarah kepada “one stop shopping bank”, maka permasalahannya
akan semakin rumit karena perkreditan itu
sendiri akan saling
kait mengkait dengan berbagai kegiatan perbankan lainnya yang akan
membentuk “net work” yang tidak putus-putusnya.
Untuk mengatasi berbagai kerumitan, serta upaya agar kegiatan
perkreditan dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan suatu rangkaian
peraturan-peraturan yang ditetapkan terlebih dahulu baik secara lisan maupun
tertulis sebelum pelaksanaan perkreditan berlangsung. Rangkaian peraturan itu disebut sebagai
kebijaksanaan kredit (credit policy).
Karena kebijaksanaan/policy ini akan merupakan pedoman kerja di bidang
perkreditan, maka kebijaksanaan tersebut harus mengandung keputusan-keputusan
politis, keputusan yang bersifat teknis opersional.
Dalam
manajemen kebijaksanaan perkreditan, top manajer akan memerlukan informasi
ekstern dan informasi intern, dan infiormasi
ekstern akan lebih banyak berpengaruh dari pada informasi intern. Sebaliknya pada lower manajer, kadar
informasi intern lebih berpengaruh.
Untuk membentuk kebijaksanaan perkreditan yang baik diperlukan kerjasama
yang erat dari semua level manajer yang sesuai dengan porsinya masing-masing
dalam mengelola informasi ekstern/intern untuk menjadikan suatu kebijaksanaan.
Dalam
menetapkan kebijaksanaan perkreditan harus diperhatikan 3 azas pokok yaitu :
1.
Azas
likwiditas, yaitu azas yang mengharuskan
bank agar tetap dapat terjaga tingkat likwiditasnya, karena suatu bank yang
tidak likwid dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan para nasabah atau
masyarakat luas.
2.
Azas
Solvabilitas, usaha pokok bank adalah
menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan kembali dalam bentuk
kredit sehingga dalam kebijaksanaan prekreditan, bank harus pandai mengatur
penanaman dana baik di bidang perkreditan, surat-surat berharga pada tingkat
resiko kegagalan sekecil mungkin.
3.
Azas
Rentabilitas, yaitu azas yang mengharuskan bank untuk dapat memperoleh laba,
baik untuk mempertahankan eksistensinya maupun untuk keperluan pengembangan
dirinya.
Selanjutnya
disamping harus memperhatikan 3 azas diatas, bank juga harus memperhatikan
factor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan perkreditan yaitu :
1.
Keadaan
perekonomian, perkembangan politik,
2.
Peraturan-peraturan
penguasa moneter yang ada,
3.
Kemampuan
bank yang bersangkutan dalam mengumpulkan dana dengan biaya yang relatif murah,
4.
Tingkat
laba yang diharapkan,
5.
Permintaan
kredit dari masyarakat business,
6.
Kemampuan
manajemen bank itu sendiri,
7.
Pesaing
dari bank-bank/lembaga-lembaga keuangan yang memasarkan kredit.
Dari
uraian diatas, maka tujuan dari penetapan kebijaksanaan kredit adalah sebagai
berikut :
1.
Sebagai
sarana pengalaman terhadap asset bank dan dana yang disimpan oleh para deposan
secara memadai agar dana yang ditanamkan dapat dikembangkan sehingga dapat
memberikan return yang optimum.
2.
Sebagai
dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembangan perekonomian khususnya yang
menyangkut kegiatan perbankan.
3.
Sebagai
pedoman bagi para pejabat kredit bank yang bersangkutan dalam melaksanakan
tugasnya agar dalam mengelola perkreditan dapat dilakukan secara tepat guna dan
tepat arah.
4.
Sebagai
dasar dalam melaksanakan pengawasan serta merupakan tolak ukur dari apa yang
harus dilaksanakan oleh petugas lapangan.
2.
Peran BPRS terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Hasil
penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, UMKM (kurang lebih 52 juta unit)
mendominasi lebih dari 90% total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan
prosentase yang hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 55,6% Product Domestic
Bruto (PDB) bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 17% dari ekspor
barang Indonesia.Ditinjau dari reputasi kreditnya, UMKM juga mempunyai prestasi
yang cukup membanggakan dengan tingkat kemacetan kredit yang relatif kecil.
Pada akhir 2009, kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross sebesar
3,8%, penyumbang NPL terbesar adalah sector UMKM.
Kondisi
tersebut mencerminkan bahwa pemberian kredit ke UMKM merupakan salah satu upaya
dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UMKM
sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang
cukup. Sektor ini mempunyaiketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan
dengan usaha besar karena kurangnya ketergantungan pada bahan baku impor dan
potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang dihasilkan relatif rendah
sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Namun demikian,UMKM juga
mempunyai karakteristik pembiayaan yang unik, yakni diperlukannya ketersediaan dana
pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana,
adanya kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan
(technical assistance).
Salah
satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya
kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat
untuk
melaksanakan sistem perbankan yang berdasatkan syariat Islam, yaitu sistem
Perbankan syariah. Sistem perbankan syariah merupakan solusi bagi umat Islam
dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini.Ummat Islam
merupakan umat mayoritas yang ada di Indonesia. Sistem perbankan yang ada
selama ini dianggap kurang “islami” karena masih mengandung unsur riba bagi
sebagian umat Islam. Sementara riba dianggap hal yang haram dan dilarang oleh
Allah SWT. Dalam memenuhi kebutuhannya, seseorang kadang kala tidak memiliki
uang atau dana yang cukup. Untuk itu salah satu cara yang ditempuh adalah
dengan mengajukan permohonan kredit. Namun secara konvensional, bank telah
menetapkan sejumlah tertentu yang harus dibayar oleh kreditur secara berkala,
misalnya 5% perbulan. Hal ini telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya
UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat
Islam untuk melakukan kegiatan perbankan dengan sistem syariah.BPR syariah
adalah salah satu jenis bank yang diizinkan beroperasi dengan sistem syariah di
Indonesia. Dalam sistem perbankan nasional, BPR (Bank Perkreditan Rakyat)
Syariah adalah bank yang didirikan untuk melayani usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM). Sektor UMKM ini yang menjadikan BPR syariah berbeda pangsa
pasarnya dengan Bank Umum atau Bank Umum Syariah.Perkembangan industry BPRS
dari tahun ke tahun menunjukkan hal yang cukup baik. Hampir seluruh indikator
keuangan menunjukan pertumbuhan positif walaupun petumbuhan di tahun 2009 mengalami
penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
sebagai sektor yang lekat dengan perbankan syariah tetap menjadi prioritas
penyaluran dana perbankan syariah, hal ini tercermin pada alokasi pembiayaan
baik modal kerja maupun investasi ke sektor tersebut yang mencapai Rp.47,17
triliundengan porsi 77,37% dari total PYD bank umum dan unit usaha syariah.
Dominasi pembiayaan kepada sektor UMKM ini tidak mengherankan mengingat nature
bank syariah yang dekat ke UMKM dan potensi pasar sektor tersebut terbesar dan
tersebar diseluruh pelosok tanah air.
Gambar
1.1. Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah
Sumber: Bank
Indonesia
Sejalan
dengan pertumbuhan PYD yang meningkat, laju pertumbuhan pembiayaan (modal kerja
dan investasi) sektor UMKM juga meningkat pesat dari 19,86% (yoy) pada
September 2009 menjadi 44,81% per September 2010. Peningkatan laju pertumbuhan pembiayaan
sektor UMKM sejalan dengan program pemerintah yang semakin memberikan kemudahan
pada sektor UMK Muntuk semakin berkembang.Penyaluran pembiayaan kepada nasabah
UMKM dapat dilakukan secara langsung mau
cara bermitra (linkage program)
dengan lembaga keuangan lain seperti BPRS dan koperasi.Linkage program ini bisa
dilakukan melalui skema channeling, executing, atau joint financing.Disamping
itu bank syariah juga menjadi agen pemerintah untuk kredit program bagi nasabahUMKM
seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Kredit Usaha
Rakyat(KUR). Dengan demikian diharapkan potensi nasabah UMKM dapat tergarap
merata.
Selain
itu, dukungan BPRS dalam menyalurkan pembiayaan UMKM semakin kuat seiringdengan
peningkatan jumlah BPRS yang beroperasi di sebagian wilayah nusantara. Per
September 2010 jumlah BPRS telah mencapai 146 BPRS, dimana 8 BPRS diantaranya
baru beroperasi tahun ini yaitu BPRS Gunung Slamet, BPRS Amanah Insan Cita,
BPRS Artha Pamenang, BPRS MitraHarmoni Yogyakarta, BPRS Rahmania Dana
Sejahtera, BPRS Rahma Syariah, BPRS Mitra HarmoniKota Semarang, BPRS AR Raihan.
Total pembiayaan yang disalurkan BPRS bertumbuh 24,76%dengan nilai nominal
sebesar Rp.1,98 trilyun dimana 56% diantaranya merupakan pembiayaankepada
UMKM.Sedangkan perkembangan lain yang cukup menggembirakan adalah meningkatnya
volumeusaha BPRS sebesar 18,84% sehingga total assetnya per September 2010
mencapai Rp.2,52 trilyundengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari
rasio Financing to Deposit (FDR) sampaidengan September 2010 telah mencapai
135,82%. Selain itu kualitas pembiayaan BPRS pada periode yang sama cenderung
membaik dimana rasio NPF net sebesar 6,12%, atau lebih rendah dibandingkan pada
periode yang sama tahun 2009 sebesar 6,65%.
Tabel
1.1 Profil Keuangan BPRS
Sumber:
Bank Indonesia
Dengan
adanya produk-produk perbankan syariah ini maka dapat memberikan
kesempatan
bagi umat Islam untuk meningkatkan perekonomian serta menjalankan sistem
perekonomian Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah rasul.
E.
Kesimpulan dan Saran
a)
Kesimpulan
Bank
Perkreditian Rakyat Syariah adalah lemabag pemberi kredit dengan sistem syariat
Islam yang mampu membantu UMKM terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia.
b)
Saran
Melihat
begitu pesatnya perkembangan BPRS dalam sumbangan terhadap UMKM sehingga dapat
meningkatkan perekonomian Indonesia maka perlu adanya kebijakan yang secara
khusus menjadikan BPRS Sebagai salah satu badan permodalan yang nyata dan dapat
lebih aktif lagi dalam pembiayaan modal UMKM,pemerintah harus serius dalam
memperhatikan BPRS Agar lebih luas cakupannya di masyarakat.
Daftar Pustaka
Google.com